Alamat

Office : Jl Susukan Raya No. 15A Desa Susukan Bojonggede - Bogor Tlp : 021 87982805 BBM : 552C988E Contact Person Bayu Syahrezza : +628991551947

Rabu, 13 Januari 2016

Siapkah Kita Menghadapi Tantangan MEA 2016?

Jakarta - Seharusnya, kita tidak mengucapkan 'Selamat Tahun Baru 2016' saat berpesta merayakan pergantian tahun. Tapi kali ini, ucapkan dengan istilah yang sedikit berbeda: Selamat Tahun Baru MEA 2016!

MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN, memang sudah berlaku di tahun 2016 yang menghilangkan hambatan lalu lintas barang dan jasa di negara-negara ASEAN. Bagi para profesional, artinya kita bisa lebih mudah bekerja di negara-negara ASEAN lainnya, namun juga ada ancaman terhadap profesional asing yang bisa masuk bekerja di negara kita, bersaing secara langsung dengan SDM Indonesia.

Ada delapan profesi yang terkena kebijakan pasar bebas tenaga kerja MEA yaitu: teknik, arsitek, tenaga pariwisata, akuntan, dokter gigi, tenaga survei, praktisi medis, dan perawat.

Pemerintah bukannya berpangku tangan dalam mempersiapkan tantangan tersebut. Melalui pembentukan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), pembinaan individu/kelembagaan melalui pelatihan dan sertifikasi bagi angkatan kerja muda, instruktur, asesor serta dukungan untuk pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), pemerintah mempersiapkan SDM Indonesia dalam bidangnya masing-masing.

Seperti yang dilakukan Kementerian Kominfo di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Sehingga, untuk masuk ke dunia profesional sekarang ini, SDM Indonesia haruslah mempunyai ijazah akademis, sertifikasi kompetensi, dan yang sering terlupa adalah sertifikasi profesi.

Mungkin ada keluhan dari kita kenapa banyak sekali tuntutan ijazah dan sertifikasi untuk dapat bekerja, apakah pengalaman kerja saja tidak cukup? Di dalam dunia tenaga kerja saat ini, mendapatkan tenaga kerja yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan sangat susah, namun begitu untuk memecatnya lebih susah lagi.

Apabila calon tenaga kerja tidak dapat menunjukkan portofolio pekerjaan yang tepat, maka sertifikasi akademis, profesi, dan kompetensilah yang akan menjadi landasan perusahaan menerimanya.

Profesional di bidang teknik, arsitek, dan tenaga survei tergabung dalam profesi insinyur Indonesia, menjadi ujung tombak dari kompetisi pasar tenaga kerja MEA 2016.

Kebutuhan akan profesi insinyur masih sangat besar di Indonesia. Menurut Hermanto Dardak, Ketua Umum PII, dibutuhkan 65 ribu insinyur baru per tahun untuk menyelesaikan pekerjaan infrastruktur Indonesia, sementara sekarang baru terpenuhi setengahnya saja.

Jumlah rata-rata insinyur per penduduk di Indonesia masih di bawah standar negara ASEAN lainnya. Hanya 15% mahasiswa yang memilih program teknik dan pertanian dibandingkan Malaysia (24%), Vietnam (25%), Korea (33%), dan hanya 40% lulusannya bekerja sesuai bidangnya karena masih rendahnya penghargaan kerja.

Insinyur Indonesia yang terdaftar di kawasan ASEAN per 12 Januari 2016 juga hanya 149 orang, jauh di bawah Malaysia (763), Philipina (283), Kamboja (261), Myanmar (170).

UU No.11/2014 tentang Keinsinyuran adalah dasar dari kesiapan Insinyur Indonesia dalam menjawab tantangan MEA, yang memberikan payung hukum untuk tata kelola keinsinyuran, penjaminan kompetensi dan mutu kerja, dan peningkatan daya saing serta keandalan profesi insinyur.

Lebih jauhnya lagi, terdapat pasal pidana untuk memastikan bahwa setiap pekerjaan keinsinyuran wajib diisi oleh SDM berprofesi insinyur (Indonesia maupun asing) dan kualitas pekerjaan tersebut harus sesuai dengan standar keinsinyuran.

Persatuan Insinyur Indonesia (PII) adalah entitas hukum yang ditunjuk oleh undang-undang dalam melaksanakan amanah ini dan Badan Kejuruan Elektro (BKE-PII) sebagai perpanjangan tangan PII di bidang elektro, termasuk di dalamnya profesi ketenagalistrikan, elektronika, kendali, dan TIK

Gelar insinyur adalah gelar profesi yang bisa diraih setelah gelar akademik sarjana teknik dan sarjana pertanian dicapai. Namun begitu, yang bukan lulusan perguruan tinggi teknik pun dapat memperoleh gelar insinyur apabila memenuhi persyaratan, mengikuti pelatihan profesi, serta lulus tes kompetensi profesi.

Ada tiga tingkatan Insinyur Profesional, yaitu: IPP (Pratama), IPM (Madya), dan IPU (Utama) yang dibedakan berdasarkan pengalaman kerja, kompetensi, kualifikasi, dan tingkat keahlian. Program pelatihan profesi ini diselenggarakan secara rutin baik oleh PII maupun oleh Badan Kejuruan masing-masing.

Jika ada pertanyaan mengenai sertifikasi apa saja yang mutlak diperlukan oleh sarjana teknik untuk laku di pasar tenaga kerja ASEAN, tentu jawabannya ijazah akademis dan sertifikasi kompetensi sesuai dengan pekerjaannya dengan dukungan sertifikasi profesi.

Untuk sertifikasi profesi insinyur, sertifikasi IPM dan IPU merupakan sertifikasi yang diterima timbal balik dengan ACPE (ASEAN Certified Professional Engineer) dan APEC Engineers Register sehingga dapat digunakan di kawasan ASEAN dan APEC.

UU Keinsinyuran dan peraturan pendukungnya diharapkan akan lebih meningkatkan kualitas dan kompetensi Insinyur Indonesia, meningkatkan penghargaan akan kinerja Insinyur Indonesia, memenuhi kebutuhan keinsinyuran di Indonesia dan pada akhirnya bersaing menghadapi tantangan MEA.

Mengutip sambutan Presiden Jokowi dan Wapres JK pada Kongres PII yang lalu bahwa: tidak perlu takut akan MEA karena sekarang adalah jamannya persaingan. Insinyur-insinyur Indonesia-lah yang akan membanjiri ASEAN karena dengan kualifikasi keahlian yang sama, gaji dan penghargaan di Indonesia lebih rendah dibandingkan Singapura dan Malaysia.

Inilah sebenarnya yang menjadi tantangan karena produksi insinyur Indonesia dan penghargaan atas hasil kerjanya masih terbatas.


*Penulis, Satriyo Wibowo, aktif dalam kepengurusan BKE-PII, bisa dihubungi di akun twitter @sBowo


(rou/rou)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar