Alamat

Office : Jl Susukan Raya No. 15A Desa Susukan Bojonggede - Bogor Tlp : 021 87982805 BBM : 552C988E Contact Person Bayu Syahrezza : +628991551947

Kamis, 17 Mei 2012

“JADILAH MANUSIA TERBAIK”



Asslm.wr.wb

Ma’a syiral muslimin wal muslimat rahimmakumullah,
Ada hadits pendek Rasulullah namun sarat makna,
Khairun naas  anfa ‘uhum linnaas.” Yang artinya adalah:
sebaik-baik manusia adalah siapa yang paling banyak manfaat bagi orang lain.
Manusia itu makhluk sosial. Tak ada yang bisa membantah. Tidak ada satu orangpun yang bisa hidup sendiri. Semua saling ketergantungan dan saling membutuhkan satu dengan yang lain. Karena saling membutuhkan, pola hubungan seseorang dengan orang lain adalah untuk saling mengambil manfaat. Ada yang memberi jasa dan ada yang mendapat jasa. Si pemberi jasa mendapat imbalan dan penerima jasa mendapat manfaat. Itulah pola hubungan yang simbiose mutualistis, saling memberi dan saling membutuhkan yang umum dan adil.
Jika ada orang yang mengambil terlalu banyak manfaat dari orang lain dengan pengorbanan yang amat minim, naluri kita akan mengatakan itu tidak adil, orang itu telah berlaku curang. Dan kita akan mengatakan seseorang berbuat jahat ketika mengambil banyak manfaat untuk dirinya sendiri dengan cara yang curang dan melanggar hak-hak orang lain.
Begitulah hati nurani kita, selalu menginginkan pola hubungan yang saling ridha, saling menguntungkan dalam mengambil manfaat dari yang satu dengan yang lain. Jiwa kita akan senang dengan orang yang mengambil manfaat bagi dirinya dengan cara yang baik. Kita anggap seburuk-buruk manusia orang yang mengambil manfaat  banyak dari diri kita dengan cara yang salah. Apakah itu menipu, mencuri, berbohong, berbuat dhalim, atau mengambil paksa, bahkan dengan kekerasan.
Namun yang luar biasa adalah orang lebih banyak memberi dari mengambil manfaat dalam berhubungan dengan orang lain. Orang yang seperti ini kita sebut orang yang terbaik di antara kita, dermawan, suka menolong orang lain, ringan tangan, santun, banyak beramal shalih, ikhlas tanpa pamrih. Orang yang selalu menebar kebaikan dan memberi manfaat bagi orang lain adalah sebaik-baik manusia. Kenapa Rasulullah SAW menyebut seperti itu? Setidaknya ada empat alasan.
Pertama, karena ia dicintai Allah SWT.
Rasulullah SAW pernah bersabda yang bunyinya kurang lebih, orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Syarat utama agar dicintai Allah SWT adalah seseorang tersebut harus Islam.
Kedua, karena ia melakukan amal yang terbaik.
Kaidah fiqih menyebutkan bahwa kebaikan yang amalnya dirasakan orang lain lebih bermanfaat ketimbang yang manfaatnya dirasakan oleh diri sendiri. Apalagi jika spektrumnya lebih luas lagi. Amal itu bisa menyebabkan orang seluruh negeri merasakan manfaatnya. Karena itu tak heran jika para sahabat ketika ingin melakukan suatu kebaikan bertanya kepada Rasulullah, amal apa yang paling afdol untuk dikerjakan. Saat seseorang ingin berjihad sementara ia punya ibu yang sudah sepuh dan tidak ada yang merawat, Rasul menyebutkan bahwa berbakti kepada si ibu adalah amal yang paling utama bagi orang itu.
Ketiga, karena ia melakukan kebaikan.
Berbuat sesuatu untuk orang lain besar pahalanya. Bahkan Rasul bersabda,
“Seandainya aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi suatu kebutuhannya, maka itu lebih aku cintai dari pada I’tikaf sebulan di masjidku ini.” (HR.Thabrani).
Keempat, memberi manfaat kepada orang lain.
Memberi tanpa pamrih, mengundang kesaksian dan pujian orang yang beriman. Allah SWT mengikuti persangkaan hamba-hamba-Nya. Ketika orang menilai diri kita adalah orang yang baik, maka Allah SWT menggolongkan kita ke dalam golongan hamba-Nya yang baik-baik. Sebaliknya jika orang menilai diri kita adalah orang yang jelek, maka Allah SWT pun menggolongkan kita sebagai hamba-Nya yang jelek.
Pernah suatu ketika lewat orang membawa jenazah untuk diantar ke kuburnya. Para sahabat menyebut-nyebut orang itu sebagai orang yang tidak baik. Kemudian lewat lagi orang-orang membawa jenazah lain untuk diantar ke kuburnya. Para sahabat menyebut-nyebut kebaikan si mayit. Rasulullah SAW membenarkan. Seperti itu jugalah Allah SWT berprasangka terhadap hamba-Nya. Karena itulah Allah menyuruh Rasulullah  untuk memerintahkan kita, orang-orang beriman untuk beramal sebaik-baiknya amal agar Allah, Rasul, dan orang beriman menilai amal-amal kita. Di hari akhir, Rasul dan orang-orang beriman akan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa kita seperti yang mereka saksikan di dunia.
KIAT-KIAT AGAR SELALU BERMANFAAT BAGI ORANG LAIN”
  • Tingkatkan derajat keimanan kita kepada Allah SWT.

Sebab, amal tanpa pamrih adalah amal yang hanya mengharap ridha Allah. Kita tidak meminta balasan dari manusia, cukup dari Allah saja balasannya. Ketika iman kita tipis terkikis, tak mungkin kita akan bisa beramal ikhlas Lillahi Ta’ala. Ketika iman kita memuncak kepada Allah SWT, segala amal untuk memberi manfaat bagi orang lain menjadi ringan dilakukan.
Bilal bin Rabah bukanlah orang kaya. Ia hidup miskin. Namun kepadanya, Rasul memerintahkan untuk bersedekah. Sebab, sedekah tidak membuat rejeki berkurang. Begitu kata Rasul. Bilal mengimani janji Rasul itu. Ia tidak ragu untuk bersedekah dengan apa yang dimiliki dalam dirinya, baik bersedekah dengan tenaganya, rejekinya walau dalam keadaan sesulit apapun.
  • Berusaha agar bisa memberi manfaat yang banyak kepada orang lain tanpa pamrih.

Kita harus mengikis habis sifat egois dan rasa serakah terhadap materi dari diri kita. Allah  memberi contoh kaum Anshar.
Allah berfirman,
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung (Al-Hasyr [59]: ayat 9)
Merekalah sebaik-baik manusia. Memberikan semua yang mereka butuhkan untuk saudara mereka kaum Muhajirin. Bahkan, ketika kaum Muhajirin telah mapan secara financial, tidak terbetik di hati mereka untuk meminta kembali apa yang pernah mereka beri.
  • Harta yang ada pada diri kita adalah harta yang telah kita berikan kepada orang lain, bukan yang ada dalam genggaman kita.

Logika ini diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada kita. Suatu ketika Rasulullah menyembelih kambing. Beliau memerintahkan seorang sahabat untuk menyedekahkan daging kambing itu. Setelah dibagi-bagi, Rasulullah  bertanya, “berapa yang tersisa”.
Sahabat itu menjawab,“hanya tinggal sepotong paha”.
Rasulullah  mengoreksi jawaban sahabat itu.
Yang tersisa bagi kita adalah daging-daging yang telah dibagikan”.

Begitulah. Yang tersisa adalah yang telah dibagikan. Itulah milik kita yang hakiki karena kekal menjadi tabungan kita di akhirat. Sementara, daging paha yang belum dibagikan hanya akan menjadi sampah jika busuk tidak sempat kita manfaatkan, atau menjadi kotoran ketika kita makan.
Begitulah harta kita. Jika kita tidak memanfaatkannya untuk beramal, maka tidak akan menjadi milik kita selamanya. Harta itu akan habis lapuk karena waktu, hilang karena kematian kita, dan selalu menjadi intaian ahli waris kita. Maka tak heran jika dalam sejarah kita melihat bahwa para sahabat enteng saja menginfakkan uang yang mereka miliki. Sampai-sampai tidak terpikirkan untuk menyisakan barang sedirham pun untuk diri mereka sendiri.
Kita akan mudah memberi manfaat tanpa pamrih kepada orang lain jika dibenak kita ada pemahaman bahwa sebagaimana kita memperlakukan seperti itu jugalah kita akan diperlakukan.
Jika kita memuliakan tamu, maka seperti itu jugalah yang akan kita dapat ketika bertamu.
Ketika kita pelit ke tetangga, maka sikap seperti itu jugalah yang kita dari tetangga kita.
Demikian saudaraku seiman yang dirahmati Allah, semoga bahan renungan ini membawa manfaat bagi kita semua dan semoga kita semua menjadi hamba-hamba Allah yang terbaik, terbaik dimata Allah maupun terbaik dimata manusia, amin
Wabillahit-taufiq wal hidayah
Wasslm.wr.wb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar