Pemerintah sudah mengatur secara ketat transplantasi organ. Di Indonesia belum ada aturan hukum yang memperbolehkan jual beli organ.
"Prosedur cangkok ginjal ketat sekali. Orang yang mau mendapat ginjal, dan orang yang mau mendonorkan ginjal harus diteliti," terang Pelaksana tugas Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Chairul Radjab Nasution saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (30/1/2016).
Chairul menjelaskan, dalam prosedur transplantasi ginjal, dibentuk tim advokasi yang antara lain terdiri dari dokter psikiatri forensik, psikolog, hingga bagian komite etik dan hukum.
"Dari semua aspek dilibatkan. Benarkah dia mau memberikan ginjal? Dari aspek psikologi ditanya bagaimana kalau nanti ginjalnya satu. Dilihat bagaimana keikhlasannya," terang Chairul.
Tim advokasi akan melihat bagaimana hubungan darah antara donor ginjal dan penerima donor. Tim juga menelusuri identitas pendonor dan melihat motivasi seseorang mau mendonorkan ginjalnya.
Setelah lolos dari tim advokasi, pendonor akan menjalani pemeriksaan medis oleh tim dokter untuk menilai kecocokan ginjal dari pendonor dengan mengecek golongan darah, tipe organ, hingga ada tidaknya risiko reaksi infeksi.
"Terakhir, cocok enggak ginjalnya? Kalau sudah mau ngasih ginjal, tapi enggak cocok kan enggak bisa. Ada tes darah segala macam, ketat sekali," lanjut Chairul.
Chairul mengatakan, pendonor harus memberikan ginjal tanpa paksaan dan bukan karena motivasi uang. Ia menegaskan, jual beli ginjal tentu dilarang dan telah diatur dalam Undang-undang Kesehatan.
Hal senada dikatakan dikatakan Direktur Utama Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) CH Soejono. Menurut dia, jika pihak rumah sakit menemukan kecurigaan dari calon donor, maka langsung ditolak.
Penulis : Dian Maharani
Editor : Lusia Kus Anna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar