Penyakit Jantung 'Pembunuh' Nomor 1 di Asia Tenggara
Yogyakarta: Setiap tahun, diperkirakan 7,9 juta
penduduk di kawasan Asia Tenggara meninggal akibat penyakit tidak
menular. Tiga dari lima kematian terjadi karena penyakit yang disebabkan
oleh pola hidup tidak sehat.
Pakar kesehatan kantor regional Badan Kesehatan Dunia (WHO) Asia
Tenggara, Dr. Renu Garg menyebutkan, penyakit tidak menular tersebut
didominasi oleh sakit jantung termasuk stroke, diabetes, kanker, dan
paru-paru kronis.
Menurut Garg, penyakit tidak menular telah menjadi masalah ekonomi dan
pembangunan. Karena, umumnya penderita sedang dalam usia produktif.
"Banyak orang berusia 30, 40, dan 50-an menderita penyakit tidak menular
tersebut. Ketika meninggal pada usia sebelum 60 tahun, itu berarti
hilangnya produktivitas dan produk domestik bruto," ujar Garg di sela
pertemuan komite regional ke-65 WHO Asia Tenggara di Yogyakarta.
Selain membicarakan penyakit, melalui pertemuan di Yogyakarta pekan ini,
11 negara anggota WHO kawasan Asia Tenggara juga kembali menyatakan
komitmen untuk penanggulangan bencana. Penanggulangan itu di antaranya
dengan meningkatkan investasi dan mengembangkan kemampuan memperkecil
risiko, serta upaya tanggap dan pemulihan.
Sekitar 46 persen dari seluruh korban meninggal akibat bencana di dunia antara tahun 2001-2010 terjadi di Asia Tenggara.
Karenanya, sejak 2008 dibentuk Dana Darurat Kesehatan Asia Tenggara (WHO
Outheast Asia Regional Health Emergency Fund). Organisasi ini akan
membantu menyediakan dana dalam waktu 24 jam dari saat diajukan oleh
negara yang memerlukannya dengan maksimal sebesar 350 ribu dolar AS.
Dana tersebut telah dimanfaatkan untuk 13 keadaan darurat di kawasan
regional itu. Wakil Direktur WHO Regional Asia Tenggara Dr. Poonam
Khetrapal Singh mengatakan, kelompok kerja untuk menangani dana tersebut
telah dibentuk daripada sekedar memonitor penggunaannya.
“Jika dana bersama itu terkumpul dalam jangka dua-tahun dan tidak
digunakan, maka dana tersebut dibelanjakan peralatan maupun obat-obatan
untuk keperluan kesehatan darurat,” kata Dr Singh.
Sementara itu, pelatihan tenaga terampil bidang kesehatan darurat akan
dilakukan oleh Pusat Kerja Sama WHO (WHO Collaborating Center) yang
berpusat di Jakarta. Menurut Kepala Pusat Penanggulangan Krisis
Kesehatan Kementerian Kesehatan, Sri Heni Setyawati, pihaknya telah
melakukan berbagai persiapan di pusat tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar